Rabu, 07 Mei 2008

PERNIKAHAN KUDUS




A. Pengertian pernikahan
Pernikahan / perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri selama hidup, yang dikukuhkan melalui upacara peneguhan / pemberkatan oleh hamba Tuhan, dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal menurut firman Tuhan. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat kita ketahui :
Yang diikat menjadi suami isteri adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Yang diberkati / diteguhkan menjadi suami isteri adalah seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
Jadi pada hakekatnya “ Perkawinan “ adalah suatu komitmen bersatu antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang mengikat diri baik lahir maupun batin , sehingga menjadi suami isteri selama hidup. Oleh karena itu dihadapan Allah “ Pernikahan “ itu adalah sesuatu yang kudus dan dijunjung tinggi oleh Allah, dan bagi Allah pernikahan adalah sesuatu yang permanen selama hidup. Pernikahan adalah “ convenant “ yaitu perjanjian antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak boleh dilanggar atau dirusakkan oleh pihak manapun, pelanggaran terhadap perjanjian tersebut identik dengan pemberontakan terhadap Allah, sebab Allah sendirilah mendesain pernikahan itu ( Maleaki 2 : 16 ).
B. Landasan pernikahan kristen
Pada prinsipnya setiap orang yang mendirikan rumah membutuhkan fondasi yang kuat supaya rumah itu kuat dan tidak roboh . Dalam membangun rumah tanggapun juga demikian . Kalau fondasinya rapuh, rumah tangga yang dibangun itu cepat hancur. Jangan sampai keliru , landasan rumah tangga bukan kekayaan atau kecantikan, atau kegagahan, ataupun tersedianya fasilitas yang serba lux. Landasan rumah tangga yang paling kuat , kokoh, tegar, tahan terpaan angin badai dan dapat diandalkan disandari “ TUHAN YESUS KRISTUS “ batu karang yang teguh, dan firman-Nya sebagai pelita , terang, kekuatan dan penuntun bagi perjalanan rumah tangga menuju kehidupan yang damai, aman, tentram, sejahtera dan bahagia.
Azas pernikahan kristen
Pada dasarnya pernikahan Kristiani menganut azaz MONOGAMI ; artinya seorang pria hanya boleh menikah dengan seorang perempuan, dan begitu pula seorang perempuan hanya boleh menikah dengan seorang laki-laki ( 1 Korintus 7 : 2b ). Hanya satu ADAM bagi HAWA dan sebaliknya hanya ada HAWA bagi ADAM. Mereka hanya satu kali saja diberkati, dengan demikian pernikahan Kristiani tidak mengenal azaz “ POLIGAMI “ yaitu seorang laki-laki dapat beristeri dua atau lebih ; dan juga tidak mengenal azaz “ POLIANDRI “ yaitu seorang perempuan dapat bersuami lebih dari satu, kedua azaz tersebut bertentangan dengan firman Allah. Azaz pernikahan yang ditetapkan oleh Allah sendiri bagi manusia , sebagai mana tertulis dalam kitab Kejadian 2 : 24 ---> Sebab itu ……. dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Dari ayat firman Tuhan ini sangan jelas bahwa keduanya yaitu suami dan isteri menjadi satu daging ; dan bukan ketiganya dan lain sebagainya.
Jadi rumus MONOGAMI adalah ( 1P + 1W = 1D ) dan bukan ( 1P + 2,3,4 … W ) dan bukan pula ( 1W + 2,3,4 … P ).
D. Allah merancang dan membentuk rumah tangga
Tuhan Allah berfirman : “ Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia “. Kej, 2 : 18.
Berdasarkan ayat tersebut diatas, dapatlah kita mengetahui bahwa Allah sendiri sebagai “ desainer “ pernikahan, telah mendesain pernikahan sebagai sesuatu yang indah. Pernikahan merupakan salah satu ciptaan Allah yang tertua dalam dunia ini. Sebelum ada satu bangsa, kerajaan bahkan gereja. Allah terlebih dahulu menciptakan satu unit keluarga. Pernikahan adalah sesuatu yang sangat unik, tetapi indah dan kudus. Alkitab memberikan gambaran hubungan suami isteri seperti hubungan Kristus sebagai mempelai laki-laki dengan orang percaya sebagai mempelai perempuan ( Efesus 5 : 22 – 23 ). Pernikahan adalah satu persekutuan yang indah, intim dan saling membahagiakan. ( Pengkhotbah 4 : 9a – 10 ).
1. Kedudukan suami isteri adalah sama
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia ; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. ( Kejadian 1 : 27 ). Pada waktu Allah menciptakan manusia Adam dan Hawa, keduanya diciptakan segambar serupa dengan Allah. Jadi baik Adam maupun Hawa keduanya memiliki gambar dan rupa Allah yang sama dalam diri mereka. Jadi di antara suami isteri tidak ada yang lebih istimewa, tetapi keduanya mempunyai harkat dan martabat yang sama dihadapan Allah. Manusia laki-laki dengan manusia perempuan hanya bisa dibedakan oleh Jenis kelaminnya dan status sosialnya. Dalam rumah tangga suami berperan sebagai kepala rumah tangga dan isteri berperan sebagai ibu rumah tangga. Dengan demikian Allah sendiri telah menetapkan peranan masing-masing. Suami selaku kepala jangan sampai meremehkan dan menekan isteri selaku tubuh melainkan harus mengasihi, memelihara dan merawatnya dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian juga isteri selaku tubuh tidak boleh melawan dan memerintah suami melainkan harus tunduk dan menghormati bahkan mencintai suami, melayani suami dengan kasih sebagaimana jemaat tunduk dan mengasihi Tuhan.
Allah menjodohkan dan memberkati suami – isteri
Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak ; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu : “ Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” ( Kejadian 2 : 21 – 23 ).
Ayat tersebut diatas memperlihatkan kepada kita bagaimana proses perjodohan yang dilakukan oleh Allah, pertama-tama Allah sendiri dengan tanganNya sendiri menciptakan, membuat, membentuk manusia Hawa. Setelah keduanya telah selesai diciptakan dan dibentuk maka Allah menjodohkan mereka menjadi suami isteri dengan cara membawa Hawa kepada Adam lalu memberkati mereka menjadi suami isteri. ( Kej, 1 : 28 ). Dalam pernikahan Kristen, calon suami isteri haruslah keduanya sudah lahir baru dan telah mengetahui secara benar tentang arti dan makna serta tujuan dari pernikahan itu sendiri. Dari ayat Firman Tuhan tersebut tidak menginginkan adanya perjodohan antara anak-anak Tuhan pengikut Yesus dengan orang yang menganut kepercayaan lain ( lihat 2 Korintus 6 : 14, 15b, 16a ). Tegasnya bahwa orang Kristen hanya bisa menikah dengan sesama orang Kristen. Peringatan :
Bagi calon pasangan suami isteri harus bergumul sebelum menikah, sebab pasangan suami isteri yang telah diberkati dalam upacara gerejawi tidak boleh lagi bercerai, kecuali maut yang menceraikan. Perceraian adalah dosa pemberontakan terhadap karya Allah. Orang yang telah diberkati nikahnya, Tuhan menginstruksikan untuk menghormati nikah mereka dengan menjunjung tinggi dengan hormat, sebab Allah membenci perceraian ( Maleakhi 2 : 16a ).
Suami isteri bersatu selama hidup
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
( Kejadian 2 : 24 ).
3.1. Laki-laki meninggalkan rumah ayah dan ibunya
Seorang laki-laki yang sudah menikah wajib meninggalkan rumah ayahnya dan ibunya. Ini bukan berarti meninggalkan tanggung jawab kita untuk menghormati, memperhatikan dan menghormati orang tua. Orang tua telah berkorban dalam membesarkan dan mendidik sehingga menjadi dewasa. Jadi sudah selayaknya anak membalas budi kepada kedua orang tuanya, dan bukan makin memberatkan mereka. Meninggalkan ayah dan ibu berarti laki-laki yang sudah menikah wajib bertanggung jawab terhadap keluarga yang baru dibentuknya, baik secara ekonomi, tempat tinggal, pengaturan keluarga, pengambilan keputusan, perawatan anak, pendidikan anak dan lain-lainnya. Orang yang sudah menikah tetapi masih bergantung pada orang tua dalam segala sesuatu itu berarti belum memenuhi syarat pernikahan.
3.2. Menjadi satu dengan isterinya
Suami isteri yang baru menikah, wajib bersatu. Itu berarti suami isteri harus
tinggal menetap bersama-sama dalam satu rumah. Alkitab mengijinkan suami isteri bisa berpisah untuk sementara waktu karena suatu hal misalnya untuk berdoa atau urusan bisnis atau pekerjaan tetapi sesudah itu kembali berkumpul menjadi satu ( 1 Korintus 7 : 5 ). Dalam kesatuan suami isteri melekat tanggung jawab, dimana suami isteri secara bersama-sama menyatakan kebersamaannya untuk membangun rumah tangga, membangun ekonominya, membangun rohaninya dan menata segala sesuatu dalam rumah tangganya, memelihara dan mendidik anak-anaknya dan lain sebagainya. Dengan kesatuan suami isteri dalam kebersamaan merupakan landasan yang kuat untuk menggapai cita-cita rumah tangga yang bahagia, adil dan sejahtera. Ada pepatah kuno berkata : “ Bersatu kita bisa …, “ dan pula “ Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.” Artinya hendaknya suami isteri harus bekerja secara bersama-sama. Jangan suami isteri saling melempar tanggung jawab. Rumah tangga bahagia adalah milik bersama suami isteri dan tanggung jawab bersama suami isteri . Suami isteri yang bersatu itu berarti keduanya wajib menyatakan tanggung jawabnya. Suami menyatakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap isteri, anak-anak dan rumah tangganya, sebaliknya isteri pun wajib menyatakan tugas dan tanggung jawabnya kepada suami, anak-anak dan rumah tangganya. Inilah wujud dari kesatuan dan kebersamaan suami isteri.
3.3. Suami isteri menjadi satu daging
Suami isteri yang telah menikah secara Kristiani, Alkitab menyebutkan bahwa mereka bukan lagi dua melainkan sudah jadi satu daging. Antara suami isteri terdapat beberapa perbedaan baik secara biologis, sifat dan karakter, asal-usul masing-masing, pendidikan dan status sosialnya, akan tetapi Alkitab menuliskan bahwa mereka bukan lagi dua melainkan satu daging adanya “ menjadi satu daging “ artinya hanya satu suami bagi seorang isteri, dan hanya ada satu isteri bagi seorang suami, berarti berlaku azas bahwa suami adalah milik isteri dan isteri adalah milik suami selama suami isteri masih hidup ; akan tetapi jika suami meninggal maka isteri bebas dari hukum nikah, atau sebaliknya jika isteri telah meninggal maka suami bebas dari hukum nikah yang mengikatnya. Apabila kita tinjau dari berbagai aspek kehidupan, maka kalimat “ menjadi satu daging “ mencakup tiga aspek antara lain :
Ditinjau dari aspek iman ; mejadi satu daging bermakna : bahwa suami isteri harus seiman dalam Tuhan Yesus Kristus, keduanya telah lahir baru.
Ditinjau dari aspek biologis ; menjadi satu daging bermakana : bahwa perhubungan persetubuhan hanya berlaku di antara pasangan suami isteri yang telah diberkati nikahnya. Diluar suami isteri yang sah, itu adalah dosa percabulan atau dosa perzinahan. Dosa ini sangat di benci oleh Allah dan Alkitab menyatakan bahwa para pezinah tidak akan masuk sorga.
Ditinjau dari aspek ekonomi ; menjadi satu daging bermakna : bahwa pemenuhan kebutuhan rumah tangga, adalah menjadi tanggung jawab bersama suami isteri, baik pengadaanya maupun pengelolaannya.
Apa yang dikehendaki Allah dari kesatuan itu
Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh ? dan apakah yang dikehendaki oleh kesatuan itu ? keturunan illahi ! jadi jagalah dirimu ! dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. ( Maleakhi 2 : 15 ). Alkitab yang adalah firman Allah mengemukakan dengan jelas bahwa Allah sendiri yang menciptakan manusia laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupaNya sendiri, dan Allah juga yang menjodohkan serta memberkati menjadi suami isteri dan berfirman kepada mereka : “ Beranak cuculah dan bertambah banyak ; penuhilah bumi … “ Jadi Allah menghendaki dari kesatuan suami isteri agar melahirkan keturunan. Dengan demikian anak yang lahir dari sebuah pernikahan adalah karunia / anugrah dari Allah, itu adalah titipan Allah kepada suami isteri. Karena itu orang tua harus bertanggung jawab mengurus, membesarkan dan mendidiknya dengan baik agar ia kelak dapat berguna bagi Tuhan.
Hubungan suami isteri
Rasul Paulus dalam suratnya Efesus 5 : 21 – 23 kepada jemaat Efesus mengajarkan bahwa hubungan suami isteri dalam pernikahan sama seperti hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Kristus yang suci tanpa cacat cela, sedemikian mengasihi jemaat-Nya untuk menebus dan menempatkan jemaat dihadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut supaya jemaat-Nya kudus dan tidak bercela. Firman Allah mengajarkan agar suami isteri satu sama lain saling menghormati. Bagaimana suami isteri saling menghormati ? isteri diminta untuk tunduk kepada suami seperti kepada Kristus, dan suami diminta untuk mengasihi isteri sama seperti Kristus mengasihi jemaat. Dalam 1 Korintus 11 : 3 Rasul Paulus menerangkan bahwa laki-laki adalah kepala isteri, karena itu laki-laki bertindak sebagai kepala keluarga. Yang dimaksudkan Rasul Paulus adalah fungsinya, bukan status atau derajatnya. Suami sebagai kepala keluarga ia bertanggung jawab terhadap keluarganya, suami diminta untuk memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga dengan penuh kasih, kesetiaan, pengabdian, penyerahan dan pengorbanan seperti Kristus terhadap jemaat-Nya. Sebagai kepala keluarga suami melindungi isteri dan anak-anaknya. Bila suami tidak mampu menjadi kepala keluarga, isteri harus mendorongnya. Dalam Efesus 5 : 25 – 33, Rasul Paulus menerangkan secara lebih dalam lagi bahwa hubungan suami isteri dibandingkan dengan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Kasih suami terhadap isterinya seharusnya seperti kasih Kristus terhadap jemaat-Nya, kasih yang memberikan diri-Nya sendiri dengan penuh pengorbanan ( Efesus 5 : 2 ). Dalam Efesus 5 : 25, 28, 33, dibagian ini Rasul Paulus melukiskan dengan jelas dan mendalam tentang dasar hubungan antara suami dan isteri yang berlandaskan pada kasih yang mengasihi yaitu mengasihi isteri seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya dan menghormati isteri seperti tubuhnya sendiri. Suami yang mengasihi isteri itu bagaikan orang yang mengasihi tubuhnya sendiri. Setiap orang normal selalu menginginkan yang terbaik untuk dirinya sendiri, Orang berusaha sebaik mungkin merawat, memelihara dan melindungi dirinya. Orang berusaha supaya berkembang, berfungsi sebaik mungkin baik secara jasmani, rohani, pikiran, emosi dan kepribadiannya. Suami yang mengasihi isterinya tentu memelihara dan merawatnya tanpa kekerasan secara fisik, emosional maupun seksual dan tidak menelantarkannya. Suami yang mengasihi isteri pasti mendorongnya untuk mengembangkan diri semaksimal mungkin, baik secara pikiran,emosi dan kepribadian. Ini dilakukan supaya isteri dapat semampunya mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya. Pengembangan ini perlu didukung oleh sikap suami yang penuh percaya diri dengan disertai kasih yang diajarkan Firman Tuhan, tentu isteri tidak akan berkeberatan untuk tunduk dan hormat terhadap suaminya. Karena itu baik suami maupun isteri perlu saling merendahkan hati untuk dapat melaksanakan Firman Tuhan ini ( Efesus 5 : 21 – 23 ; 1 Petrus 3 : 1 – 7 ; Kolose 3 : 18 – 19 ).
Apa maksud ajaran rasul Paulus isteri tunduk kepada suami
Rasul Paulus maksudkan agar tindakan isteri terhadap suami sama seperti jemaat kepada Kristus, yaitu tindakan yang penuh cinta kasih, kesetiaan, hormat, pelayanan, pengabdian dan ketaatan. Isteri yang bertindak seperti ini terhadap suaminya, sama seperti dia bertindak terhadap Kristus. Tetapi bila isteri bertindak tidak setia, hatinya penuh kedengkian, menghina bahkan kasar terhadap suaminya, dia juga dianggap bertindak seperti itu kepada Kristus. Dengan demikian susunan dalam keluarga terdiri dari : suami adalah kepala dan isteri adalah tubuh dan anak-anak adalah anggota keluarga.
E. Pernikahan Kristen di tengah gejolak zaman
Seperti halnya besi menajamkan besi, demikian juga Allah mempergunakan pernikahan itu sebagai sarana bagi laki-laki dan wanita untuk mengalami pembentukan karakter secara bersama-sama, sehingga rupa Kristus menjadi nyata di antara mereka.
Seperti halnya Allah Tritunggal adalah Allah yang berelasi dan berkomunitas, dan masing-masing menyatakan kemuliaan-Nya dengan berbagai peran dan fungsi-Nya. Dalam hal yang sama lembaga pernikahan melukiskan fungsi dan peran suami-isteri sesuai dengan kodrat dan tanggung jawab masing-masing, suami sebagai kepala dari isteri, sepatutnya mengasihi isteri seperti kristus telah menyerahkan diri-Nya di atas kayu salib, demikian pula isteri sepatutnya hidup dengan menundukkan diri kepada suaminya, seperti gereja hidup dalam penundukan diri kepada Kristus.
Sebagai musuh Allah, iblis sejak semula telah menipu keluarga mula pertama dengan ideologinya, dan hingga kini ia telah mempergunakan budaya zaman sebagai alat penghancur keintiman di antara laki-laki dan perempuan sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam perkawinan dan kehancuran dalam pernikahan. Sebagai langkah nyata agar pasangan suami dan isteri itu dapat menikmati rancangan Allah secara maksimal dalam pernikahannya, maka terdapat butir-butir pernikahan sebagai berikut :
Pertama, di tengah-tengah arus globalisasi dunia yang serba permisif dan tengah menghanyutkan moral bangsa, gereja seharusnya menjadi terang bagi dunia ini dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip dan rancangan Allah dalam pernikahan Kristen.
Kedua, pemimpin gereja dihimbau untuk tidak hanya berbicara mengenai hal berkat saja, akan tetapi juga berkhotbah tentang “ takut akan Allah “ , agar “ ikatan pernikahan di antara suami dan isteri “ tetap terjaga, serta ranjang pernikahan mereka tidak cemar ( Ams, 16 : 6; Ibr, 13 : 4 ). Karena absennya takut akan Allah dalam rumah tangga Kristen, menyebabkan banyak suami dan isteri yang tidak menjaga kekudusan dalam ranjang pernikahan mereka.
Ketiga, mengusulkan kepada gereja Tuhan agar lebih menitikberatkan kepada pelayanan rekonsiliasi bagi suami isteri yang tengah ambang perceraian. Fokus utama dari perhatian Tuhan Yesus bukan tertuju kepada perceraian sebagai solusi dari permasalahan yang muncul dalam pernikahan, akan tetapi Ia memulihkan arti dari rancangan Allah yang mula-mula dalam pernikahan, mengingat tujuan dari pernikahan adalah keintiman dan pola dari pernikahan yang ideal adalah monogami. Karena itu kiranya gereja menjadi mahir dalam menerapkan prinsip pemulihan bagi suami dan isteri dengan mengedepankan unsur kasih dan pengampunan ( Mat, 18 : 22 ; Kol, 3 : 14 ).
Keempat, gereja sepatutnya membuka sarana konseling untuk menemukan halangan-halangan yang menyebabkan suami isteri gagal memasuki rancangan Allah dalam pernikahan, yaitu : kurangnya komunikasi, kehilangan kasih dalam pernikahan, ketiadaan hidup kudus hadirnya pihak ketiga dalam rumah tangga, tekanan-tekanan dalam menghadapi krisis moneter, kurangnya tanggung jawab dan komitmen dalam pernikahan, dll.
Kelima, gereja wajib melakukan konseling pra-nikah bagi setiap pasangan yang akan menikah. Hal ini sebagai tindakan untuk membangun fondasi yang kokoh di antara keduanya, dan sebagai tindakan untuk memperlengkapi calon pasangan suami isteri dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang menjurus kepada konflik hubungan dan perceraian.
Keenam, mendorong gereja Tuhan agar tidak mudah berkompromi dengan dunia, dengan asal menyetujui atau meneguhkan terjadinya pernikahan ulang dikalangan orang percaya, tanpa menyelidiki terlebih dahulu penyebab perceraian yang pernah terjadi sebelumnya.
Ketujuh, pada tahun 2000 lalu, sebuah survey yang dilakukan oleh Barna Research Group of Ventura telah membuktihan bahwa dalam satu dekade ke belakang, sekitar 55 % pernikahan ulang yang terjadi di Amerika mereka kembali menghadapi kehancuran. Dalam riset tersebut telah didapati banyak dari antara mereka, terdiri dari para jemaat Tuhan, majelis dan hamba Tuhan. Bahkan dalam penelitian terakhir, angka perceraian di antara orang Kristen di Amerika telah melampaui angka perceraian orang-orang non Kristen ( Joyner, 2001 : 229 ).
Menyimak kegagalan orang Kristen di Amerika dalam pernikahan ulangnya, dan guna menghindarkan keluarga Kristen di Indonesia yang tengah bermasalah untuk tidak melakukan hal yang sama seperti yang terjadi disana. Untuk itu kiranya para konselor dalam gereja Tuhan dapat mengajukan sederetan bentuk pertanyaan dibawah ini, sebagai wacana agar mereka tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan dan salah langkah :
Apakah saya telah berada dalam “ keadaan bebas “ untuk memulai sebuah hubungan yang baru ?
Apakah saya telah siap lagi secara emosional ?
Apakah kehidupan saya telah pulih ?
Apakah anak-anak saya telah siap ?
Apakah saya telah siap bila terluka kembali ?
Apakah secara emosi saya telah siap jika menghadapi kegagalan yang berikutnya ?
Apakah hubungan baru saya ini akan berpengaruh pada rekonsiliasi saya dengan mantan saya ?
Bagaimana pandangan Tuhan tentang hubungan ini ?
Bagaimana pandangan keluarga saya tentang hubungan ini ?
Bagaimana pandangan masyarakat tentang hubungan ini ?
Ajak mereka untuk berdoa dan merenungkan secara sungguh-sungguh pertanyaan di atas, sebelum mereka memulai kembali relasinya dengan seseorang, mengingat gereja dipanggil sebagai “ Kota yang berdiri di atas bukit “ untuk menerangi kegelapan yang sedang terjadi ( Mat, 5 : 13 – 16 ). Sebab kegagalan mereka pada pernikahan berikutnya akan membawa dampak yang kurang baik bagi gereja dalam memberitakan amanat agung-Nya ( Mat, 28 : 18 – 20 ).



KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis membahas pokok-pokok utama dalam karya ilmiah ini, maka pada bagian akhir dari penulisan ini penulis membuat suatu kesimpulan dari keseluruhan analisis. Pada bagian ini dilampirkan juga beberapa masukan untuk konsumsi jemaat, Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia ( GPSDI ) secara khusus Immanuel I kota Tarakan dan secara umum Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia ( GPSDI ) bagian wilayah Kalimantan Timur bagian utara, agar dalam menjalankan misi pelayanannya selalu mencapai sasaran yang tepat, karena pasutri adalah duta kerajaan Allah yang menyatakan otoritas pemerintahan dan kekuasaan dari Allah di muka bumi ini .
A. Kesimpulan
Pernikahan adalah sesuatu yang kudus dan dijunjung tinggi oleh Allah sendiri, karena Allah sendiri pada mulanya yang menciptakan, merancang dan membentuk rumah tangga, Allah adalah “ Desainer pernikahan “
Pernikahan umat Kristiani adalah bagian yang amat penting, yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan menjadi barometer pertumbuhan iman Kristiani.
Pernikahan adalah sarana untuk mewujudkan rencana Allah didalam dunia, Allah berfiman : “ Beranak cuculah dan bertambah banyak ; penuhilah bumi…”
Landasan pernikahan adalah Tuhan Yesus Kristus.
Azas pernikahan Kristiani adalah “ Monogami “ satu isteri untuk satu suami bukan satu suami dua Isteri atau sebaliknya .
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan yang telah dikemukakan di atas maka penulis ingin mengemukakan saran bagi jemaat, Gereja Pantekosta Serikat Di Indonesia ( GPSDI ) Immanul kota tarakan dalam rangka melaksanakan sakramen pernikahan kudus adalah sebagai berikut :
Sebelum dilaksanakan pernikahan calon pasutri harus dikonseling terlebih dahulu diberi pengarahan bagaimana mendirikan sebuah rumah tangga yang berlandaskan firman Allah.
Gereja hanya mengizinkan melakukan pertarakan dalam waktu yang singkat agar pasutri lebih memahami rencana Tuhan dalam kehidupan berumah tangga.
Hindari keinginan budaya yang berkembang, dimana pernikahan secara adat atau nikah kontrak berdasarkan keinginan daging.

Tidak ada komentar: